Posted by : Unknown
Rabu, 29 Agustus 2012
OLEH : DIVI.K/HUKUM IV
DEFINISI
Outsourcing
Dalam era globalisasi dan
tuntutan persaingan dunia usaha yang ketat saat ini, maka perusahaan dituntut
untuk berusaha meningkatkan kinerja usahanya melalui pengelolaan organisasi
yang efektif dan efisien. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan
mempekerjakan tenaga kerja seminimal mungkin untuk dapat memberi kontribusi
maksimal sesuai sasaran perusahaan. Untuk itu perusahaan berupaya fokus
menangani pekerjaan yang menjadi bisnis inti (core business), sedangkan pekerjaan penunjang diserahkan kepada
pihak lain. Proses kegiatan ini dikenal dengan istilah “outsourcing.”
Atau dengan kata lain outsourcing atau alih daya merupakan proses pemindahan tanggung
jawab tenaga kerja dari perusahaan induk ke perusahaan lain diluar perusahaan
induk. Perusahaan diluar perusahaan induk bisa berupa vendor, koperasi ataupun
instansi lain yang diatur dalam suatu kesepakatan tertentu. Outsourcing dalam regulasi
ketenagakerjaan bisa hanya mencakup tenaga kerja pada proses pendukung (non--core business unit) atau secara
praktek semua lini kerja bisa dialihkan sebagai unit outsourcing. (Sumber :“Seputar Tentang Tenaga Outsourcing”, http://malangnet.wordpress.com)
Outsourcing
menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan khususnya bagi tenaga kerja. Oleh
sebab itu terdapat pro dan kontra terhadap penggunaan outsourcing.
Pro –
Kontra Penggunaan Outsourcing
PRO OUTSOURCING
|
KONTRA
OUTSOURCING
|
-
Business owner bisa fokus pada core business.
-
Cost reduction.
-
Biaya
investasi berubah menjadi biaya belanja.
-
Tidak lagi
dipusingkan dengan oleh turn over
tenaga kerja.
-
Bagian dari modenisasi dunia
usaha (Sumber : Pekerjaan Waktu Tertentu dan “Outsourcing, www.sinarharapan.co.id)
|
-
Ketidakpastian
status ketenagakerjaan dan ancaman PHK bagi tenaga kerja. (Sumber: www.hukumonline.com)
-
Perbedaan perlakuan Compensation and Benefit
antara karyawan internal dengan karyawan outsource.
(Sumber: “Outsourcing, Pro dan
Kontra” http://recruitmentindonesia.wordpress.com)
-
Career Path di outsourcing seringkali kurang terencana dan terarah. (Sumber: “Outsourcing, Pro dan Kontra”
http://recruitmentindonesia.wordpress.com)
-
Perusahaan pengguna jasa sangat mungkin memutuskan
hubungan kerjasama dengan outsourcing
provider dan mengakibatkan ketidakjelasan status kerja buruh. (Sumber: “Outsourcing, Pro dan Kontra”
http://recruitmentindonesia.wordpress.com)
|
(Informasi dari berbagai sumber hasil browsing di
internet)
1. Undang-undang Mengenai Outsourcing
Untuk
mengantisipasi kontra yang terjadi dalam penggunaan outsourcing, maka dibuat Undang-undang No.13/2003 tentang
Ketenagakerjaan, khususnya Bab IX tentang Hubungan Kerja, yang didalamnya
terdapat pasal-pasal yang terkait langsung dengan outsourcing. Berikut dijabarkan isi dari undang-undang tersebut.
·
Pasal 50 – 55, Perjanjian
Kerja
·
Pasal 56 – 59, Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Pasal
59
(1)
Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat
atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
1.
Pekerjaan yang sekali selesai
atau yang sementara sifatnya;
2.
Pekerjaan yang diperkirakan
penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga)
tahun;
3.
Pekerjaan yang bersifat
musiman;
4.
Pekerjaan yang berhubungan
dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam
percobaan atau penjajakan.
(2)
Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu tidak dapat diadakan untuk
pekerjaan yang bersifat
tetap.
(3)
Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu dapat diperpanjang atau
diperbaharui.
(4)
Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu yang didasarkan atas jangaka
waktu tertentu dapat diadakan untuk paling
lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu)
tahun.
·
Pasal 60 – 63, Perjanjian
Kerja Waktu Tidak Terbatas (PKWTT)
·
Pasal 64 – 66, Outsourcing
Pasal
64
Perusahaan
dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerja kepada perusahaan lainnya
melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
Pasal 65
(1)
Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang
dibuat secara tertulis.
(2)
Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lai
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebaga
berikut:
a.
Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b.
Dilakukan dengan perintah langsung
atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
c.
Merupakan kegiatan penunjang
perusahaan secara keseluruhan; dan
d.
Tidak menghambat proses produksi secara langsung
(3)
Perusahaan
lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
(4)
Perlindungan
kerja dan yarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan
kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5)
Perubahan
dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
(6)
Hubungan
kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dalam perjanjian kerja secara tertulisa antara perusahaan lain dan
pekerja/buruh yang dipekerjakan.
(7)
Hubungan
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian
kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
(8)
Dalam
hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi,
maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima
pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan
pemberi pekerjaan.
Pasal 66,
Penyediaan jasa pekerja./buruh untuk kegiatan jasa
penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi
harus memenuhi syarat sebagai berikut : Adanya hubungan kerja antara
pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerj/buruh;
Pasal 1 ayat 15, “Hubungan kerja adalah hubungan antara
pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai
unsur pekerjaan, upah, dan perintah.”
Pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja tidak boleh
digunakan oleh pemberi kerja melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang
berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa
penunjang atas kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Langkah-langkah
Penerapan Sistem Outsourcing
Ketentuan
Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan dan putusan Mahkamah
Konstitusi pada tahun 2004, menjadi legitimasi tersendiri bagi keberadaan outsourcing di Indonesia. Artinya,
secara legal formal, sistem kerja outsourcing
memiliki dasar hukum yang kuat untuk diterapkan. Keadaan demikian yang membuat
pengusaha menerapkan sistem ini.
(Sumber: “Hadang Outsourcing
dengan Framework Agreement”, www.hukumonline.com).
Dimuatnya
ketentuan outsourcing pada
Undang-Undang Tenaga Kerja dimaksudkan untuk mengundang para investor agar mau
berinvestasi di Indonesia.
Penggunaan
outsourcing seringkali digunakan
sebagai strategi kompetisi perusahaan untuk fokus pada core business-nya. Namun, pada prakteknya outsourcing didorong oleh keinginan perusahaan untuk menekan cost hingga serendah-rendahnya dan
mendapatkan keuntungan berlipat ganda walaupun seringkali melanggar etika
bisnis. (Sumber : “Seputar Tentang Tenaga Outsourcing”,
malangnet.wordpress.com)
Berdasarkan
hasil penelitian terhadap 44 perusahaan dari berbagai industri terdapat lebih
dari 50% perusahaan di Indonesia menggunakan tenaga outsource, yaitu sebesar
73%. Sedangkan sebanyak 27%-nya tidak menggunakan tenaga outsource dalam
operasional di perusahaannya.
Dari
73% perusahaan yang menggunakan tenaga outsource
diketahui 5 alasan menggunakan outsourcing,
yaitu agar perusahaan dapat fokus terhadap core
business (33.75%), untuk menghemat biaya operasional (28,75%), turn over karyawan menjadi rendah (15%),
modernisasi dunia usaha dan lainnya, masing-masing sebesar 11.25%, seperti
terlihat dalam gambar 4. Adapun yang menjadi alasan lainnya adalah :
a.
Efektifitas
manpower
b.
Tidak
perlu mengembangkan SDM untuk pekerjaan yang bukan utama.
c.
Memberdayakan
anak perusahaan.
d.
Dealing
with unpredicted business condition.
Outsourcing,
tidak terlepas dari perusahaan penyedia (provider) jasa tenaga outsource. Perusahaan harus memilih provider yang sesuai dengan apa
yang dibutuhkan dimana perusahaan outsourcing
tersebut harus teruji kualitas yang dijanjikan, serta adanya kesepatan untuk
membuat hubungan jangka panjang. (Sumber: ”Kesulitan Outsourcing di Indonesia.” http://rahard.wordpress.com)
Oleh
sebab itu, perlu diketahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam
pemilihan provider jasa tenaga outsource,
Berdasarkan
hasil survei, diketahui bahwa harga menjadi faktor utama dalam pemilihan
partner outsourcing (22.62%).
Sedangkan reputasi yang baik dari provider
outsource menempati posisi kedua yaitu sebesar 21.43%. Untuk tenaga outsource yang dimiliki sesuai dengan
kebutuhan perusahaan (19.05%), pengetahuan provider outsource terhadap proses bisnis perusahaan (11.90%). Pengalaman
sebelumnya menempati posisi kelima dalam pemilihan partner outsourcing (10.71%), diikuti oleh stabilitas provider outsource (8.33%) dan lainnya sebesar
5.95%. Adapun faktor-faktor
lainnya adalah pemenuhan persyaratan ketentuan tenaga kerja dan
penyerapan tenaga terdekat dengan unit kerja.
Jenis pekerjaan yang dapat menggunakan outsourcing adalah pekerjaan-pekerjaan
yang bukan merupakan tanggungjawab inti dari perusahaan.
Adapun
komposisi jenis pekerjaan yang paling banyak menggunakan tenaga outsource adalah cleaning service (56.82%), security
(38.64%), lainnya (36.36%), driver (25%), sekretaris (22.73%), customer service
(13.64%) dan SPG (9.09%),. Untuk jenis pekerjaan
lainnya terdiri dari:
§ Bagian
pengepakan barang (packing).
§ Helper baik untuk maintenance maupun mechanic.
§ Facilitator training,
§ Resepsionis/operator
telepon.
§ Data entry.
§
Call
center.
2. Masalah Umum Yang Terjadi Dalam
Penggunaan Outsourcing
1.
Penentuan partner outsourcing.
Hal ini menjadi sangat krusial karena
partner outsourcing harus mengetahui
apa
yang menjadi kebutuhan perusahaan serta
menjaga hubungan baik dengan
partner outsourcing.
2. Perusahaan outsourcing harus berbadan hukum.
Hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak
tenaga outsource, sehingga mereka
memiliki kepastian hukum.
3.
Pelanggaran ketentuan outsourcing.
Demi mengurangi biaya produksi, perusahaan
terkadang melanggar ketentuan-
ketentuan yang berlaku. Akibat
yang terjadi adalah demonstrasi buruh yang
menuntut hak-haknya. Hal ini
menjadi salah satu perhatian bagi investor asing
untuk mendirikan usaha di Indonesia.
4. Perusahan outsourcing memotong gaji tenaga kerja tanpa ada batasan
sehingga,
yang mereka terima, berkurang lebih banyak. (Sumber:
“Sistem Outsourcing Banyak
Disalahgunakan”, www.fpks-dpr.or.id)